12 Feb 2013

Eksplorasi Nikel


GEOLOGI EKSPLORASI NIKEL


1. Geologi Regional Daerah Eksplorasi.

1.1  Fisiografi.
Berdasarkan Peta geologi lembar Kolaka, secara morfologi daerah ini dapat dibedakan menjadi empat satuan yaitu pegunungan, perbukitan, daerah kars dan dataran rendah. Daerah pegunungan tersebar dibagian barat (peg.Angowala) dan bagian timur (peg.Boro-boro) lembar dan sebagian P. kabaena (G.Sambapalulli). Ketinggian antara 600 dan 1550 m diatas muka laut dengan lereng yang umumnya curam. Perbukitan terdapat ditiga daerah, dibagian barat lembar yang terbentang hampir Utara-Selatan, dibagian timur lembar yang berbanjar Barat-Timur dan dibagian utara P.kabaena. ketinggiannya berkisar dari 100 hingga 600 m diatas muka air laut.
            Pola aliran umumnya memperlihatkan percabangan dengan dasar lembah agak datar dan memperlihatkan apengikisan kesamping lebih kuat. Daerah kars terdapat dibeberapa bagian lembar ini terutama diantara Boepinang hingga Toari dan sebagian P. Kabaena. Ketinggian mencapai hampir 700 m dari muka air laut dan di P. Kabaena bahkan melebihi 1000 m. Satuan ini banyak dibentuk oleh Batugamping dengan pola alirannya secara umum banyak percabangan dan setempat terdapat di bawah tanah. Dataran rendah terluas menempati bagian tengah daerah pemetaan dan beberapa tempat dekat pantai. Satuan ini berketinggian hingga sekitar 150 m dari muka ir laut. Pola aliran umumnya sejajar, pada beberapa tempat memperlihatkan pengikisan kesamping lebih kuat.

1. 2  Stratigrafi.
Berdasarkan himpunan batuan, struktur dan umur, secara regional di Lembar Kolaka terdapat dua mandala (terrane) geologi sangat berbeda yang sering bersentuhan yaitu Mandala Geologi Sulawesi timur dan Anjungan tukang besi Buton. Mandala Geologi Sulawesi Timur dicirikan oleh gabungan batuan ultramafik, mafik dan malihan, sedangkan anjungan Tukang Besi dicirikan oleh kelompok batuan sedimen pinggiran benua yang beralaskan batuan malihan. Pada Mandala Geologi Sulawesi Timur batuan tertua adalah batuan ultramafik yang merupakan batuan alas. Batuan ini bersama batuan penutupnya yaitu batuan sedimen pelagos. Secara regional diberi nama lajur ofiolit Sulawesi Timur. Batuan ultramafik terdiri dari peridotite, serpentinit, wherlit, harzburgit, gabro, basal, mafik malihan yng disebut kompleks pongpangeo dikuasai oleh berbagai jenis sekis dan sedimen malih. Selain itu terdapat sarpentinit dan sekis glaukopan yang diperkiran batuan ini terbentuk dalam lajur penunjaman Benioff pada akhir kapur Awal hingga paleogen (Simandjuntak, 1980, 1986). Hubungan antara ultramafik dengan batuan malihan kompleks Pompangeo adalah sentuhan tektonik.
            Pada Neogen takselaras di atas kedua mandala yang saling bersentuhan tersebut terendapkan kelompok Molasa Sulawesi. Batuan jenis Molasa yang tertua di lembar Kolaka adalah Formasi Langkowala yang diperkirakan berumur Akhir Miosen Tengah. Formasi ini terdiri dari batupasir dan konglomerat. Formasi Langkowala mempunyai anggota konglomerat yang keduanya berhubungan menjemari. Diatasnya menindih secara selaras batuan berumur Miosen Akhir hingga Pliosen yang terdiri atas Formasi Eemoiko dan Formasi Boepinang. Formasi Eemoiko dibentuk oleh batugamping koral, kalkarenit, batupasir gampingan dan napal. Formasi Boepinang terdiri atas batulempung pasiran, napal pasiran dan batupasir. Secara takselaras kedua formasi ini tertindih oleh Formasi Alangga dan Formasi Buara yang saling menjemari. Formasi Alangga berumur Pliosen, terbentuk oleh konglomerat dan batupasir yang belum padat. Formasi Buara dibangun oleh terumbu koral, setempat terdapat lensa konglomerat dan batupasir yang belum padat. formasi ini masih memperlihatkan hubungan yang menerus dengan pertumbuhan terumbu pada pantai yang berumur Resen. Satuan batuan termuda di daerah ini adalah endapan sungai, rawa, dan kolovium.
   
1.3  Struktur dan Tektonika.
Sejarah geologi dan perkembangan tektonik dilembar kolaka tidak dapat dipisahkan dengan evolusi tektonik Sulawesi secara keseluruhan. Kerumitan geologi Sulawesi ini terutama bagian timur sangat menarik.
            Sesar Anggowala adalah merupakan sesar utama daerah ini, merupakan sesar mendatar menganan (dextral). Sesar ini berarah baratlaut – tenggara, dan diduga melanjut kearah utara dan bersambung dengan sesar matano dilembar malili (Simandjuntak,drr.,1981), sesar ini diduga mulai giat kembali pada awal Tersier, akibat pergerakkan tektonik, diantaranya pengaruh gerakan benua kecil (minikontinen) kearah barat. Kekar dijumpai hampir pada semua batuan, terutama batuan beku (Kompleks Ultramafik dan mafik), batuan sedimen malih Mezosoikum dan batuan malihan (Kompleks pompangeo). Dalam batuan Neogen kekar kurang berkembang, kekar ini diperkirakan terbentuk dalam beberapa masa, Sejarah pengendapan batuan didaerah ini diduga sangat erat hubungannya dengan perkembangan tektonik daerah Indonesia bagian timur, tempat lempeng Samudra Pasifik, lempeng Benua Australia, dan lempeng Benua Eurasia saling bertubrukan. Kompleks Ultramafik dan mafik berasal dari batuan kerak samudera yang merupakan batuan dasar di Mandala Geologi Sulawesi Timur yang diduga berumur Kapur.
            Struktur dan Geologi Lembar Kolaka memperlihatkan, bahwa daerah ini dapat dibagi menjadi 2 bagian yang sangat berbeda yaitu 10 batuan pindahan, terdiri dari ofiolit, batuan malihan, dan sedimen pinggiran benua yang berumur Trias hingga Jura, dan 20 batuan authohton berupa sedimen pasca-orogenesis Neogen (kelompok Molasa Sulawesi) dan Batugamping Terumbu Kuarter.

Gambar. Peta Geologi Lembar Kolaka


II.2. Geologi Lokal Daerah Eksplorasi.
Secara Morfologi daerah Eksplorasi masuk dalam satuan perbukitan bergelombang lemah sampai sedang  yang dijumpai di bagian Utara dan satuan pedataran bergelombang lemah yang dijumpai dibagian Selatan. Dengan elevasi tertinggi yaitu 265 m sampai dengan 50 m di atas muka air laut. Sungai yang berkembang pada daerah Eksplorasi yaitu sungai berstadia muda dengan system sungai periodic yaitu sungai yang pada musim hujan debit air akan meningkat sedangkan pada musim kemarau debit air akan berkurang bahkan kering. Secara umum Tata guna lahan pada daerah eksplorasi yaitu hutan dan daerah perkebunan.
            Daerah Eksplorasi disusun oleh batuan Ultramafik yang berumur Kapur dan batuan kelompok Molasa Sulawesi, sediment klastika pasca-Orogenesa Neogen yang berumur Miosen Akhir Hingga Resent. Batuan Ultramafik dijumpai dibagian Utara daerah Eksplorasi yang sebagian telah mengalami proses pelapukan dan lateritisasi sedangkan dibagian selatan batuan ultramafik dijumpai setempat-setempat. Batuan sediment klastika pasca Orogenesa Neogen yang dijumpai didaerah eksplorasi berupa Batugamping, tersebar dibagian Utara dan Selatan daerah eksplorasi yang sebagian masih berupa singkapan batuan yang masih utuh dan sebagian telah mengalami pelapukan dan bercampur dengan lapukkan batuan ultramafik.
            Batuan ultramafik pada daerah eksplorasi berupa batuan Peridotite, Harzburgit dan sebagian tempat dijumpai juga adanya Dunit. Sebagian besar batuan ultramafik telah mengalami proses sarpentinisasi dan pengkayaan besi. Mineral garnerit yang merupakan indikasi nikel laterit berkadar tinggi dijumpai mengisi rekahan atau vein pada batuan ultramafik. Secara umum karakteristik pembentukkan nikel laterit yang ada di daerah eksplorasi terbagi atas 2 yaitu yang terbentuk secara primer dan yang terbentuk secara sekunder. Yang terbentuk secara primer yaitu yang berasal langsung dari batuan ultramafik kerak samudra yang mana belum mengalami proses pelapukan dan proses pengkayaan mineral, sedangkan yang terbentuk secara sekunder yaitu batuan ultramafik yang telah mengalami proses pelapukan dan pengkayaan mineral.
            Struktur yang berkembang pada daerah eksplorasi yaitu berupa struktur sesar normal yang berarah baratlaut – tenggara yang merupakan sesar utama, sesar yang ada tersebut sangat berperan penting terhadap proses pelapukan dan pengkayaan mineral yang ada pada daerah eksplorasi.



HASIL KEGIATAN EKSPLORASI

1. Studi literature dan field planning.
Studi literature dilakukan untuk mengetahui informasi awal secara umum tentang keterdapatan cebakan nikel laterit sehingga dapat menjadi referensi umum untuk melakukan persiapan lapangan. Persiapan lapangan antara lain informasi kesampaian daerah, kondisi sosial masyarakat, logistic, personil dan perlengkapan lapangan dan lainnya yang menunjang dalam kelancaran dilapangan.

2. Mapping Geologi.
Mapping geologi dilakukan untuk mengetahui jenis batuan dan penyebarannya, struktur geologi, mineralisasi, morfologi, penentuan batas  daerah eksplorasi dan aspek-aspek lain yang terkait akan keterdapatan cebakan nikel laterit. Pemetaan geologi dilakukan pada peta topografi  berskala 1 : 50.000. Metode pemetaan dilakukan dengan cara pengamatan singkapan batuan disetiap lintasan dengan positioning menggunakan GPS Garmin. Peralatan pemetaan geologi yang dipergunakan adalah peta dasar, palu geologi, kompas, GPS garmin, kamera, dan perlengkapan lainnya.

3. Pemetaan Topografi.
Pemetaan topografi dilakukan untuk mengetahui topografi daerah eksplorasi yang nantinya akan menghasilkan peta skala 1 : 1000 serta pemasangan titik bor mesin.

4. Pengambilan conto.
Kegiatan Pengeboran dilakukan dengan cara pengeboran handauger dan pengeboran mesin. Pengeboran Handauger merupakan kegiatan pengambilan conto untuk mengetahui indikasi dari nikel laterit yang ada yang dilakukan baik secara acak maupun secara teratur, sedangkan pengeboran mesin dilakukan untuk mengetahui kedalaman dan pola penyebaran dari nikel laterit yang ada yang dapat dilakukan secara acak maupun secara teratur.

5. Analisa Conto
Analisa conto adalah pengujian conto secara kimiawi untuk mengetahui kadar unsur NI, Co, Fe, Mn, Cr, SiO2. Analisa ini dilakukan di laboratorium dengan menggunakan analisis XRF.


Singkapan batugamping dan batuan ultrabasa


Singkapan soft-saprolit


Singkapan rock-saprolit


Profil laterit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar